Rabu, 22 Juni 2016

Penalaran dalam Penulisan Karya Ilmiah



UKD 2
BAHASA INDONESIA
Penalaran dalam Penulisan Karya Ilmiah
DISUSUN OLEH :

Nama         : Atik Putri S.
NIM            : D1613008

FAKULTAS ILMU SOSIAL
DAN
ILMU POLITIK
Kata Pengantar

 Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbilalamin, Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga saya selaku penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”Penalaran dalam Penulisan Karya Ilmiah”.

 Dalam penyusunannya, saya memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan orang-orang yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. 

Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun saya berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang.

 Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata saya berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 Semarang, November 2013
      Penyusun

    (Atik Putri S.)
i
Daftar Isi

Kata Pengantar .....................................................................................................................i
Daftar Isi ..............................................................................................................................ii
Bab 1 Pendahuluan ..............................................................................................................1
A.    Latar Belakang ...................................................................................................1
B.     Rumusan Masalah ..............................................................................................2
C.     Tujuan Penulisan ................................................................................................2
D.    Manfaat ..............................................................................................................3
E.     Metode Pengumpulan Data ................................................................................3
Bab 2 Pembahasan ................................................................................................................4
A.    Pengertian Penalaran ..........................................................................................4
B.     Bernalar Secara Deduktif ...................................................................................5
C.     Bernalar Secara Induktif ...................................................................................12
D.     Salah Nalar .......................................................................................................15
Bab 3 Penutup .....................................................................................................................20
A.    Kesimpulan ........................................................................................................20
B.     Saran ..................................................................................................................20
Daftar Pustaka .....................................................................................................................21


ii

BAB 1
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah. Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif. Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala. Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.

1
B.     Rumusan Masalah
1.   Apa pengertian dari Penalaran ?
      2.   Apakah yang dimaksud dengan Penalaran Deduktif?
3.   Ada berapa jenis penalaran Deduktif ?
4.   Bagaimana penulisan penalaran Deduktif didalamnsebuah kalimat dan penulisannya ?
      5.   Apakah yang dimaksud dengan Penalaran Induktif ?
      6.   Ada berapa jenis penalaran Induktif ?
      7.   Bagaimana penulisan penalaran Induktif didalam sebuah kalimat dan penulisannya ?
8.   Apa pengertian Salah Nalar ?
9.   Ada berapa jenis Salah Nalar?

C.     Tujuan Penulisan
      1.      Mengetahui definisi Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
      2.      Memahami arti Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
      3.      Mampu menjelaskan Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
4.    Mampu memberikan contoh Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
5.    Mampu menjelaskan pengertian Salah Nalar beserta macamnya.



2

D. Manfaat
1. Penalaran menyatakan, menjelaskan dan mempergunakan prinsip-prinsip abstrak yang dapat       dipakai dalam semua lapangan ilmu pengetahuan (bahkan seluruh lapangan kehidupan).
2. Penalaran menambah daya berpikir abstrak dan dengan demikian melatih dan mengembangkan daya pemikiran dan menimbulkan disiplin intelektual.
3. Penalaran mencegah kita tersesat oleh segala sesuatu kita peroleh berdasarkan autoritas, emosi dan prasangka.
4. Penalaran di masa sekarang dikenal sebagai “era of reason” membantu kita untuk mampu berpikir sendiri dan tahu yang benar dari yang palsu.
5. Penalaran membantu orang untuk dapat berpikir lurus, tepat dan teratur karena dengan berpikir demikian ia dapat memperoleh kebenaran dan menghindari kesesatan.

E. Metode Pengumpulan Data
                 Metode yang saya gunakan dalam penyusunan makalah ini, sangat sederhana. Saya mengumpulkan informasi dari beberapa media internet dalam mengumpulkan data.






3
BAB 2
PEMBAHASAN

A.     PENGERTIAN PENALARAN

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Dalam pengertian yang lain penalaran adalah suatu proses berfikir untuk menghubung- hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu kesimpulan. Cara penarikan kesimpulan ini disebut dengan logika. Secara umum, logika dapat didefinisikan sebagai sarana untuk berfikir secara benar atau sahih. Yang mana didalam logika itu, menyatakan, menjelaskan, dan mempergunakan prinsip- prinsip abstrak dalam merumuskan kesimpulan.
 Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga, maka akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis. Berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang akan menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut Premis dan hasil kesimpulannya disebut  konklusi. Berdasarkan jenisnya, proposisi dapat dibedakan menjadi dua jenis.Yakni proposisi empirik dan proposisi mutlak. Proposisi empirik adalah pernyataan yang dapat diverifikasi secara empirik. Sedangkan Proposisi mutlak adalah proposisi yang jelas dengan sendirinya sehingga tidak perlu dibuktikan secara empiris.
Adapun dalam proses bernalar, terdapat dua jenis metode yang dapat digunakan, yaitu bernalar secara deduktif dan induktif.

4

B.     BERNALAR SECARA DEDUKTIF
    Bernalar secara Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik suatu kesimpulan dari suatu prinsip atau sikap yang berlaku umum untuk kemudian ditarik kesimpulan yang khusus. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuju kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah. Contoh: Al- musaddadiyah adalah sebuah yayasan yang menyediakan berbagai jenjang pendidikan, seperti SD, SMP, MTS, SMA, MA, SMK, Perguruan Tinggi dan Pesantren.
     Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.
     1.      Menarik Simpulan secara Langsung
    Simpulan (konklusi) secara langsung atau entimen, adalah suatu proses penarikan kesimpulan yang ditarik dari satu premis.
Misalnya:
1)        Semua S adalah P. (premis)
        Sebagian  P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin. (premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
2)      Tidak satu pun S adalah P. (premis)
       Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)

5
3)      Semua S adalah P. (premis)
       Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Semua rudal adalah senjata berbahaya. (premis)
Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
4)      Tidak satu pun S adalah P. (premis)
       Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)
Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)
5)       Semua S adalah P. (premis)
       Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
       Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh: Semua gajah adalah berbelalai. (premis)
  Tak satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan)
  Tidak satu pu yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)

2.      Menarik Simpulan secara Tidak Langsung
   Penarikan simpulan secara tidak langsung atau silogisme, adalah suatu proses penarikan kesimpulan yang memerlukan dua data sebagai data utamanya. Dari dua data ini, akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.


6
   Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat umum (PU) dan premis yang kedua bersifat khusus (PK). Sebagai umpama:
PU             : Setiap manusia akan mati
PK             : Pak ujang adalah manusia
K               : Pak ujang akan mati
   Hal- hal penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan suatu silogisme adalah sebagai berikut:
1.      Silogisme terdiri dari tiga pernyataan.
2.      Pernyataan (premis) pertama disebut premis umum.
3.      Pernyataan (premis) kedua disebut premis khusus
4.      Pernyataan ketiga disebut kesimpulan.
5.      Apabila salah satu premisnya negatif, maka kesimpuulannya pasti negatif.
6.      Dua premis negatif tidak dapat menghasilkan kesimpulan.
7.      Dari dua premis khusus tidak dapat ditarik kesimpulan.
         Pola penarikan kesimpulan tidak langsung atau silogisme, dapat dikelompokan kedalam beberapa jenis:
a.      Silogisme Kategorial
    Yang dimaksud dengan silogisme kategorial adalah, silogisme yang terjadi dari tiga proposisi (pernyataan). Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi, merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum, disebut premis mayor. Dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.

7
Contoh:
PU       : Semua manusia bijaksana.
PK       : Semua polisi adalah bijaksana.
K         : Jadi, semua polisi bijaksana.
        Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah adalah silogisme diatas ialah manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
PU       : Semua manusia tidak bijaksana.
PK       : Semua kera bukan manusia.
K         : Jadi, (tidak ada kesimpulan).
         Aturan umum mengenai silogisme kategorial adalah sebsgai berikut:
a)      Silogisme harus terdiri atas tiga term. Yaitu term mayor, term minor dan term penengah.
Contoh:
PU       : Semua atlet harus giat berlatih.
PK       : Xantipe adalah seorang atlet.
K         : Xantipe harus giat berlatih.
Term mayor = Xantipe.
Term minor = harus giat berlatih.
Term penengah = atlet.
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh: Gambar itu menempel di dinding.
  Dinding itu menempel di tiang.
8
Dalam premis ini terdapat empat term, yaitu gambar yang menempel di dinding dan dinding menempel ditiang. Oleh sebab itu, disini tidak dapat ditarik kesimpulan.
b)      Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan simpulan.
c)      Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh: Semua semut bukan ulat.
  Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
d)      Bilah salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh: PU     :Tidak seekor gajah pun adalah singa.
  PK     : Semua gajah berbelalai.
  K       : Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.
e)      Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
Contoh: PU     ; Semua mahasiswa adalah lulusan SMA
              PK     : Ujang adalah mahasiswa
  K       : Ujang adalah lulusan SMA
f)        Dari dua premis yang khusus, tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh: PU     : Sebagian orang jujur adalah petani.
  PK     : Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
  K       : Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
g)      Bila salah satu premis khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh: PU     : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.
  PK     : Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
  K       : Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.
h)      Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan
9
Contoh: PU     : Beberapa manusia adalah bijaksana.
  PK     : Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
  K       : Jadi, . . . (tidak ada simpulan)


b.      Silogisme Hipotesis
   Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas pernyataan umum, pernyataan khusus, dan kesimpulan. Akan tetapi, premis umumnya bersifat pengandaian. Hal ini ditandai adanya penggunaan konjungsi jika dalam pernyataannya. Dengan demikian, pernyataan umumnya dibentuk oleh dua bagian. Bagian pertama disebut anteseden dan bagian keduanya disebut konsekuensi. Sementara itu, pernyataan khususnya menyatakan kenyataan yang terjadi, yang kemungkinannya hanya dua: sesuai atau tidak sesuai dengan yang diandaikannya itu.
Contoh PU                        : jika saya lulus ujian, saya akan melanjutkan kuliah ke
                                    (anteseden)                        (konsekuensi)
perguruan tinggi.
c.       Silogisme Alternatif
               Silogisme ini menggunakan pernyataan umum yang memiliki dua alternatif. Jika alternative satu itu benar menurut pernyaataan khususnya, alternatif yang lain itu salah.
      Contoh:
      PU ; Lampu temple ini akan mati apabila minyaknya habis atau sumbunya                                               pendek. 
      PK  ;   Lampu ini mati, tetapi minyaknya tidak habis.
      K    :   Lampu ini mati karena sumbunya pendek.

10
d.      Entimen
   Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
PU ; Semua sarjana adalah orang cerdas.
PK ; Ali adalah seorang sarjana.
K   : Jadi, Ali adalah orang cerdas.
         Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas karena dia adalah seorang sarjana”.        
Beberapa contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
         Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga dapat diubah menjadi silogisme.









11
C.   BERNALAR SECARA INDUKTIF
Penalaran induktif dilakukan terhadap fakta-fakta khususuntuk kemudian dirumuskan sebuah kesimpulan. Kesimpulan ini mencakup semua fakta yang khusus.
Contoh :
Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny. Ahmad sering   sakit. Setiap bulan ia pergi ke dokter memeriksakan sakitnya. Harta peninggalan suaminya semakin menipis untuk membeli obat dan biaya pemeriksaan, serta untuk biya hidup sehari-hari bersama tiga orang anaknya yang masih sekolah. Anaknya yang tertua dan adiknya masih kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga masih duduk di bangku SMA. Sungguh (kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok)
         Seperti halnya penalaran duduktif, cara bernalar induktif juga terbagi kedalam beberapa macam. Yakni:
1.      Generalisasi
   Generalisasi ialah proses penalaranyang megandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “Lulusan sekolah A pintar-pintar.” Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan memberikan gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan semua logam akan memuai.


12
Benar atau tidak benarnya rumusan kesimpulan secara generalisasi, itu dapat dilihat dari hal-hal berikut.:
1)     Data itu harus memadai jumlahnya. Semakin banyak data yang dipaparkan, semakin benar simpulan yang diperoleh.
2)     Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang benar.
3)     Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data.
Contoh generalisasi yang tidak sahih;
a)      Orang garut suka rujak
b)      Makan daging dapat menyebabkan penyakit darah tinggi.
c)      Orang malas akan kehilangan banyak rejeki.
2.      Analogi
   Analogi adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh:Nina adalah lulusan akademi A.
 Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
 Ali adalah lulusan akademi A.
 Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
          Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai berikut.
1)      Analogi dilakukan untuk meramalkan sesuatu.
2)      Analogi dilakukan untuk menyingkap suatu kekeliruan.
3)      Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.

13
3.      Hubungan Kausal
   Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang memiliki pola hubungan sebab akibat. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan turun dan jalan-jalan becek. Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, terdapat tiga pola hubungan kausalitas. Yaitu sebagai berikut:
a.       Sebab-Akibat
   Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Disamping itu, hubungan ini dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
   Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan penalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau kita melihat sebiji buah mangga terjatuh dari batangnya, kita akan memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari anak-anak. Pastilah salah satu kemungkinana itu yang menjadi penyebabnya.
b.      Akibat-Sebab
         Dalam pola ini kita memulai dengan peristiwa yang menjadi akibat. Peristiwa itu kemudian kita analisis untuk dicari penyebabnya.
Contoh ;Kemarin pak maman tidak masuk kantor. Hari inipun tidak. Pagi tadi  istrinya pergi ke apotek membeli obat. Oleh karena itu, pasti Pak Maman sedang sakit.



14
c.      Sebab Akibat -1 Akibat -2
         Suatu penyebab dapat menyebabkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianaalah seterusnya, hingga timbul arangkaian beberapa akibat.
Contoh:
Mulai bualan mei 2012, harga beberapa jenis BBM direncanakan akan mengalami kenaikan. Terutama premium dan solar. Hal ini karena pemerintah ingin mengurangi subsidi dengan harapan supaya ekonomi Indonesia kembali berlangsung normal. Dikarenakan harga bahan bakar naik, sudah barang tentu biaya angkutan pun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang pasti ikutn naik. Naiknya harga barang akan dirasakan berat oleh masyarakat. Oleh karena itu, kenaikan harga barang harus diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan rakyat.
D. Salah Nalar
Salah nalar (reasioning atau logical fallacy) adalah kekeliruan dalam proses berpikir karena keliru menafsirkan atau menarik kesimpulan. Kekeliruan ini dapat terjadi karena faktor emosional, kecerobohan atau ketidaktahuan.
Contoh sederhana:
Seseorang mengatakan, ”Di sekolah, Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang terpenting. Tanpa menguasai Bahasa Indonesia seorang siswa tidak mungkin dapat memahami mata pelajaran lainnya dengan baik.”

15
Pernyataan tersebut tidaklah tepat. Bahwa Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran penting, memang benar. Tetapi kalau dikatakan terpenting, tampaknya perlu dipertanyakan.
Salah tafsir dapat terjadi karena kekeliruan induktif, deduktif, penafsiran relevansi dan peggunaan otoritas yang berlebihan.
Salah nalar dapat dibedakan atas 4 (empat) macam:
1. Generalisasi yang terlalu luas
Salah nalar ini terjadi karena kurangnya data yang dijadikan dasar generalisasi, sikap menggampangkan, malas mengumpulkan dan menguji data secara memadai, atau ingin segera meyakinkan orang lain dengan bahan yag terbatas. Paling tidak ada dua kesalahan generalisasi yang muncul:
a. Generalisasi sepintas (Hasty or sweeping generalization)
Kesalahan terjadi karena penulis membuat generalisasi berdasarkan data atau evidensi yang sangat sedikit.
Contoh: Semua anak yang jenius akan sukses dalam belajar.
Pernyataan tersebut tidaklah benar, karena kejeniusan atau tingkat intelegensi yang tinggi bukan satu-satunya faktor penentu kesuksesan belajar anak. Karena masih banyak faktor penentu lain yang teribat seperti: motivasi belajar, sarana prasarana belajar, keadaan lingkungan belajar, dan sebagainya.


16
b. Generalisasi apriori
Salah nalar ini terjadi ketika seorang penulis melakukan generalisasi atas gejala atau peristiwa yang belum diuji kebenaran atau kesalahannya. Kesalahan corak penalaran ini sering ditimbulkan oleh prasangka. Karena suatu anggota dari suatu suatu kelompok, keluarga, ras atau suku, agama, negara, organisasi, dan pekerjaan atau profesi, melakukan satu atau beberapa kesalahan, maka semua anggota kelompok itu disimpulkan sama.
Contoh: Semua pejabat pemerintah korup; Para remaja sekarang rusak moralnya; Zaman sekarang, tidak ada orang berbuat tanpa pamrih; dan sebagainya.

2. Kerancuan Analogi
Kerancuan analogi disebabkan karena penggunaan analogi yang tidak tepat. Dua hal yang diperbandingkan tidak memiliki kesamaan esensial (pokok).
Contoh:
”Negara adalah kapal yang berlayar menuju tanah harapan. Jika nahkoda setiap kali harus meminta anak buahnya dalam menentukan arah berlayar, maka kapal itu tidak akan kunjung sampai. Karena itu demokrasi pemerintahan tidak diperlukan, karena menghambat.”




17
3. Kekeliruan Kasualitas (sebab akibat)
Kekeliruan kasualitas terjadi karena kekeliruan menentukan sebab.
Contoh:
a. Saya tidak bisa berenang, karena tidak ada satupun keluarga saya yang dapat berenang.
b. Saya tidak dapat mengerjakan ujian karena lupa tidak sarapan
4. Kesalahan Relevansi
Kesalahan relevansi akan terjadi apabila bukti yang diajukan tidak berhubungan atau tidak menunjang sebuah kesimpulan. Corak kesalahan ini dapat dirinci menjadi 3 (tiga) macam:
a. Pengabaian persoalan (ignoring the question)
Contoh:
Korupsi di Indonesia tidak bisa diberantas, karena pemerintah tidak memiliki undang-undang khusus tentang hal itu.
b. Penyembunyian persoalan (biding the question)
Contoh:
Tidak ada jalan lain untuk memberantas korupsi kecuali pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri.
c. Kurang memahami persoalan
Salah nalar ini terjadi karena penulis mengemukakan pendapat tanpa memahami persoalan yang dihadapi dengan baik. Sehingga pendapat yang disampaikan tidak mengena atau berputar-putar dan tidak menjawab secara benar atau persoalan yang terjadi.


18
5. Penyandaran terhadap prestise seseorang
Salah nalar disini terjadi karena penulis menyandarkan pada pendapat seseorang yang hanya karena orang tersebut terkenal atau sebagai tokoh masyarakat namun bukan ahlinya.
Agar tidak terjadi salah nalar karena faktor penyebab ini, maka perlu di patuhi rambu-rambu sebagai berikut:
a. Orang itu diakui keahliannya oleh orang lain
b. Pernyataan yang dibuat berkenaan dengan keahliannya, dan relevan dengan persoalan yang dibahas.
c. Hasil pemikirannya dapat diuji kebenarannya
Hal tersebut mengindikasikan kita sebagai penulis tidak boleh asal mengutip semata-mata karena orang tersebut merupakan orang terpandang, terkenal atau kaya raya dan baik status sosial ekonominya.











19
BAB 3
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
         Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penalaran dalam prosesnya ada 2 macam, yaitu penalaran Deduktif dan penalaran Induktif.
         Penalaran Deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu, untuk seterusnya diambil kesimpulan yang khusus.  Penalaran Induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari bentuk penalaran deduktif. Yakni menarik suatu kesimpulan dari fakta- fakta yang sifatnya khusus, untuk kemudian ditarik kesimpulan yang sifatnya umum.

B.     SARAN
           Sebagai seorang mahasiswa, kita dianjurkan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penalaran. Karena jika seseorang telah tahu apa yang dimaksud dengan penalaran, baik yang sifatnya deduktif atau induktif, akan mempengaruhi terhadap pola pikir yang ia kembangkan. Baik dalam menghadapi suatu masalah atau untuk menyimpilkan suatu masalah. Maka proses penalaran ini harus kita ketahui, bahkan pahami dengan sebenar-benarnya.




20
Daftar Pustaka


















21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar